Jumat, 07 Oktober 2011

DOA dan Beberapa kiat meraih Doa Mustajab



Doa memiliki kedudukan yang sangat agung dalam islam. Disamping itu, doa merupakan ibadah yang sangat dicintai oleh allah. Dan doa merupakan bukti ketergantungan seorang hamba kepada Rabbnya dalam meraih segala perkara yang bermanfaat dan menolak segala perkara yang membawa mudharat bagi mareka. Doa merupakan bukti kecondongan seorang hamba kepada Allah SWT, bahawaasanya tiada daya dan upaya melainkan dengan bantuan Allah SWT.


Perbanyaklah DOA
Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa dirinya tidak selayaknya banyak meminta kepada Allah, dia menganggap hal itu sebagai suatu aib, menilainya sebagai sikap kurang bersyukur kepada Allah atau bertentangan dengan sifat qana'ah. Akhirnya ia tidak meminta kepada Allah SWT kecuali dalam perkara-perkara yang dia anggap penting atau mendesak. Sedang dalam masalah-masalah yang sepele ia enggan memintanya kepada Allah. 
Ini jelas sebuah kekeliruan dan suatu kejahilan. Karena doa adalah ibadah dan Allah marah jika seorang hamba enggan meminta kepada-Nya.
Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya doa adalah ibadah."



kemudian beliau membaca ayat:


وَقَالَ رَبُّڪُمُ ٱدۡعُونِىٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِى سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ 




"Dan Rabbmu berfirman: berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk api neraka dalam keadaan hina dina." (QS. Ghafir:60)


Doa ini akan memberikan manfaat atas seizin Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"Doa itu bermanfaat bagi apa-apa yang sudah terjadi ataupun yang belum terjadi, hendaklah kalian banyak-banyak berdo'a wahai hamba-hamba Allah."


Seorang muslim selayaknya banyak berdoa setiap waktu karena doa merupakan ibadah yang memiliki kedudukan sangat mulia di sisi Allah SWT. sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"Tidak ada yang paling mulia di sisi Allah SWT daripada doa."


Doa tidak pernah membawa kerugian
Orang yang meninggalkan doa adalah orang yang paling merugi. Sebaliknya orang yang berdoa tidak akan pernah merugi atas doa yang ia panjatkan, selama ia tidak berdoa untuk suatu dosa atau memutuskan tali silaturahim. Karena doa yang ia panjatkan pasti disambut oleh Allah, bisa dengan mewujudkan apa yang ia minta di dunia, atau mencegah keburukan atas dirinya yang setara dengan apa yang ia minta, atau menyimpannya sebagai pahala yang lebih baik baginya di akhirat kelak. dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:
"tidak ada seorang yang berdoa dengan suatu doa kecuali Allah akan mengabulkan apa yang ia minta, atau Allah menahan keburukan atas dirinya yang semisal dengan apa yang ia minta, selama ia tidak berdoa untuk suatu perbuatan dosa atau untuk memutuskan tali silaturahim."


Oleh karena itu, janganlah seorang hamba merasa keberatan meminta kepada Rabbnya dalam urusan-urusan dunianya, meskipun urusan yang sepele terlebih lagi dalam urusan akhirat. Karena permintaan itu merupakan bukti ketergantungan yang sangat kepada Allah dan kebutuhannya kepada Allah SWT dalam semua urusan. karena Rasulullah SAW telah mengatakan :
"sesungguhnya barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan marah kepadanya."


Beberapa Kiat Meraih Doa Mustajab


1. Memasang niat yang benar dan ikhlas
Yaitu untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dan menggantungkan kebutuhan kepada-Nya. Karena siapa saja yang menggantungkan hajatnya kepada Allah SWT niscaya ia tidak akan rugi selama-lamanya.


2. Memanjatkan doa dalam keadaan bersuci
Inilah yang dianjurkan dan kebih afdhal. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya aku tidak suka menyebut nama Allah SWT melainkan dalam keadaan suci (atau beliau mengatakan dalam keadaan thaharah)."
Hanya saja jika seorang yang berdoa dalam kondisi tidak berwudhu, hal itu tidak mengapa.


3. Mintalah kepada Allah SWT dengan menengadahkan kedua telapak tangan
Rasulullah SAW telah bersabda:
"Jika kamu meminta kepada Allah SWT maka memintalah dengan menengadahkan telapak tangan, dan janganlah kamu memintanya dengan menengadahkan punggung telapak tangan."
Kaifiatnya adalah dengan mengarahkan telapak tangan ke wajah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
atau dengan cara mengangkat tangan hingga nampak putih ketiaknya (bagian dalam ketiaknya).


Rasulullah SAW bersabda:
"Tidaklah seorang hamba mengangkat kedua tangannya hingga nampak ketiaknya dan memohon suatu permohonan, kecuali Allah mengabulkan permohonannya itu..."
Kaifiat seperti itu menunjukan ketergantungan seorang hamba kepada Allah, kebutuhannya kepada Allah, dan permohonannya yang sangat kepada-Nya.


4. Mulailah dengan mengucapkan hamdalah dan Puji-pujian kepada Allah SWT
Hai ini akan membuat doa kita lebih terkabulkan. Rasulullah SAW pernah mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya dan dia tidak mengagungkan Allah SWT dan tidak shalawat atas nabi SAW. Maka rasulullah SAW bersabda:
"Orang ini terburu-buru"
kemudian Rasulullah memanggilnya dan bersabda:
"Jika salah seorang dari kalian shalat, hendaklah ia memulainya dengan mengucapkan hamdalah serta puja dan puji kepada Allah SWT, kemudian bershalawat atas Nabi SAW, kemudian setelah itu ia berdoa apa yang ia inginkan."


5. Jangan lupa bershalawat atas Nabi SAW
Jika ia meninggalkan shalawat atas Nabi, doanya bisa terhalang dikabulkan. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW:
"Semua doa terhalang, sehingga diucapkan shalawat atas Nabi SAW."


6. Mulailah dengan berdoa untuk diri sendiri terlebih dahulu

itulah tuntunan doa dalam Al-Qur'an, seperti yang 
disebutkan dalam ayat:
رَّبِّ ٱغۡفِرۡ لِى وَلِوَٲلِدَىَّ


"Ya Rabbi! Ampunilah aku dan kedua ibu bapakku." (QS.Nuh:28)


7. Bersungguh-sungguh dalam meminta
Janganlah ragu dalam berdoa, atau mengucapkan pengecualian, "Jika engkau berkehendak ya Allah, berikanlah kepadaku ini dan ini." Doa seperti itu dilarang karena tidak ada sesuatupun yang dapat memaksa kehendak Allah.


8. Menghadirkan hati dalam berdoa
Seorang insan hendaklah menghadirkan hati, memusatkan pikiran, mentadaburi doa yang ia ucapkan, serta menampakan kebutuhan dan ketergantungan kepada Allah. Janganlah ia berdoa dengan lisannya namun hatinya entah kemana-mana. Doa tidak akan dikabulkan dengan cara seperti itu. Rasulullah SAW bersabda:
"Berdoalah kepada Allah SWT sementara kalian yakin doa kalian akan dikabulkan, ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lengah."


9. Gunakan kata-kata singkat dan padat serta doa-doa yang ma'tsur
Tidak syak lagi bahwa kata-kata yang paling padat dan paling singkat dan paling agung berkahnya adalah doa-doa yang diriwayatkan dari Nabi SAW.


10. bertawasullah dengan Nama dan Sifat-sifat Allah SWT
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِہَا‌ۖ 


"hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu."(QS. Al-'Araf: 180)


Atau bertawasul dengan amal shalih yang telah dia lakukan, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang masyhur tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa. atau bertawasul melalui doa orang shalih yang berdoa untuknya.
dan dalil-dalil yang menunjukan hal ini sangat banyak sekali dalam Al-Qur'an maupun sunnah Nabi.


11. Memperbanyak ucapan "Yaa Dzal jalaali wal Ikram"
Sesungguhnya Nabi SAW bersabda:
"Ulang-ulangilah ucapan Yaa Dzal Jalaali Wal Ikram."
Yaitu selalu ucapkan dan perbanyaklah ucapan itu dalam doa-doa kalian. Karena hal itu merupakan kata-kata pujian yang sangat tinggi bagi Allah SWT. Dan memperbanyaknya akan membantu terkabulnya doa.


12. Mencari waktu-waktu yang mustajab dan tempat-tempat yang utama
Ada beberapa waktu dan tempat yang mustajab untuk berdoa yang telah disebutkan dalam sejumlah nash syar'i. Dan sebaiknya orang yang berdoa mencari waktu tersebut. Diantaranya adalah waktu antara adzan dan iqamah, di dalam shalat, seusai mengerjakan shalat-shalat fardhu, di sore hari, ketika berbuka puasa, dibagian akhir malam, sesaat pada hari jumat yaitu saat-saat terakhir pada hari jumat, hari-hari di bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, pada hari 'Arafah, pada waktu mengerjakan haji, di medan perang, disaat hujan turun, di tempat ribath serta waktu-waktu dan tempat-tempat lainnya yang disebutkan dalam atsar.


13. Memperbanyak doa pada saat-saat lapang
Perbanyaklah doa pada saat lapang supaya Allah SWT mengabulkan permintaan kita pada saat-saat sempit. Termasuk hikmah Allah SWT dalam menakdirkan suatu bala/musibah, bahwa Allah menyukai mendengarkan rintihan seorang hambanya kepada-Nya. dan suka melihat mereka kembali kepada-Nya pada saat-saat sempit.




Sumber: (buku)Panduan Amal Sehari Semalam|Abu Ihsan Al-Atsari

10 tips menjadi pendengar yang baik

Salah satu penyebab utama umat nabi Nuh Alaihissalam dihancurkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah sikap mereka yang tidak mau mendengar wahyu dari Sang Pencipta. Mereka menutupi rapt-rapat indra pendengaran, bahkan menyombongkan diri.

Allah Ta'ala berfirman :
Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka(kepada iman)agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukan anak jari mereka kedalam telinganya dan menutupi bajunya(kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri. (Nuh[71]:7)

Hal yang sama dilakukan juga oleh orang-orang Quraisy ketika berinterakasi dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW), sebagaimana dijelaskan oleh Allah Ta'ala  dalam al-qur'an surat Fushshilat [41] ayat 26.
lalu bagaimana Rasulullah SAW menyikapi hal ini ?

Rasulullah pendengar yang baik
     Rasulullah SAW justru menjadi pendengar yang baik. Sejarah mencatat beliaulah pendengar terbaik yang pernah ada dimuka bumi. inilah yang membuat kita bangga menjadi umat beliau.
   
Ketika Rasulullah SAW mulai melebarkan jangkauan dakwah dengan berdakwah secara terang-terangan, orang orang kafir Quraisy merasa ketakutan. Mereka berupaya membendung laju dakwah beliau dengan segala cara. Salah satunya dengan negosiasi. Maka diutuslah Utbah bin Rabi'ah untuk menemui beliau.
   
Ketika tiba dan duduk di sebelah Rasulullah SAW, Utbah berkata "Wahai anak pamanku, sesungguhnya engkau mengetahui secara pasti kedudukanmu ditengah-tengah kaummu. Engkau telah memecah belah barisan mereka. Engkau caci maki Tuhan-tuhan mereka. Dan engkau kafirkan nenek moyang mereka. karena itu dengarkah kata-kataku. Aku akan menyampaikan beberapa tawaran, mudah-mudahan engkau mau menerima sebagiannya."
 Rasulullah SAW kemudian berkata, "Wahai Abdul Walid, katakanlah. Aku akan mendengarnya"
Lalu Utbah bin Rabi'ah mengutakan panjang lebar segala tawarannya.
Ketika selesai, Rasulullah SAW kembali bertanya, "sudahkan selesai wahai Abdul Walid?"
Ia pun menjawab, "sudah."
Rasulullah SAW kemudian berkata, "Sekarang dengarlah kata-kataku."
Utbah pun menjawab, "silahkan."
Lalu beliau membacakan beberapa ayat dari surah Fushshilat, sampai pada akhirnya beliau membaca ayat sajadah (ayat 37), yang artinya , "Dan sebagian tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah(pula)kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah."

Setelah itu beliau pun bersujud. kemudian beliau berkata kepada Utbah, "Engkau telah mendengarkannya dan kini silahkan tentukan sikapmu."
Hati Utbah takluk. Ia segera bangkit  dari tempat duduknya, lalu pergi menjumpai teman-temannya.
Setibanya Utbah di tengah kaumnya, ia segera meminta agar kaumnya memanggil Muhammad SAW dengan sebutan Rasul Allah. Namun kaumnya tetap enggan. Mereka malah berkata, "ia telah menyihirmu dengan ucapannya."

Kiat Menjadi Pendengar
Kesediaan Rasulullah SAW mendengarkan hingga tuntas pembicaraan orang merupakan cerminan akhlak yang sangat agung. Dengan keagungan itulah beliau sukses menaklukan hati orang.

Lantas bagaimana meneladani akhlak mulia seperti itu?
berikut kiat-kiatnya.

1. Tanamkan kesadaran bahwa mendengarkan adalah pekerjaan mulia dan kunci kesuksesan.
beberapa buktinya adalah sebagai berikut :

  • Nabi Musa Alaihissalam menjadi hamba yang dipilih-Nya meski sejak kecil beliau kurang terampil berbicara. Beliau justru memiliki keterampilan banyak mendengar. Dengan cara itulah Allah Ta'ala memuliakannya
  • Seorang hamba akan memperoleh kabar gembira dan petunjuk karena suka mendengarkan ucapan dan mengikuti yang terbaik. Hal ini diungkap oleh Allah Ta'ala  dalam al-Qur'an surat Az-zumar[39] ayat 18.
  • kualitas kepemimpinan seseorang tidak semata ditentukan oleh aktivitas meriwayatkan (katsratur riwayah) seperti berorasi dan bersilat lidah, tetapi banyak melayani yang dipimpin dan mendengarkan aspirasi bawahannya (katsratur ri'yah wal iqtima').
  • hati manusia akan berjiwa besar (lapang dada) bila diawali dari membuka mata dan membuka pendengaran.
  • Umar bin Khathab menjadi pemimpin besar karena selalu meminta masukan dari orang-orang yang tidak memiliki jabatan formal. Ia bertanggapan bahwa mereka lebih tulus.
2. Berikan perhatian sepenuhnya kepada lawan bicara.
Ketika ada yang ingin mengajak kita berbicara, berusahalah untuk menjauhkan semua pikiran yang menganggu dalam kepala kita. Fokuskan diri kepada uraian pembicaraannya. Kita tidak mungkin bisa mendengarkannya jika pada saat yang sama kita memikirkan hal lain yang menganggu pikiran kita.

3. Hindari perdebatan yang tidak perlu.
Keadaan ini perlu diperhatikan jika kita sedang berada dalam pembicaraan yang berbeda sudut pandang. jangan memberikan komentar mendadak ketika lawan bicara sedang mengungkapkan pandangannya.
jangan pula ajak dia untuk berdebat, apalagi jika kita ingin mencari siapa pemenang dari perdebatan tersebut. Hal ini hanya akan membuatnya malas berkomunikasi dengan kita. Biasakan memberikan kesempatan  padanya untuk menjelaskan dudukan persoalan sebelum kita berkomentar.

4. Tataplah mata lawan dengan tatapan hormat.
Bagaimana rasanya berbicara dengan orang yang menghindari kontak matanya dengan kita? mungkin akan menyakitkan. Terutama jika kita ingin membicarakan sesuatu yang penting.
karenanya, ketika sedang berbicara, tataplah matanya. Saat kita memandangnya, dia akan merasa nyaman, mau membuka hati dan masalahnya pada kita. jangan berkeliling memandang ruangan atau objek lain.

5. Perhatikan intonasi suara dan bahasa tubuhnya.
Biasanya orang akan menyembunyikan emosinya ketika berbicara dengan kita. Dengan memperhatikan intonasi suara dan bahasa tubuhnya, kita bisa memahami apa yang sebenarnya ada di pikirannya. Kita pun bisa menjadi semakin tahu abagaimana cara menghadapinya.

6. Berikan respon yang bersahabat.
Respon kecil yang mungkin tampak sepele membuat lawan bicara merasa dihargai. Sekali-kali anda bisa mengangguk, menggelengkan kepala, tersenyum, tertawa kecil, atau memberikan komentar-komentar pendek seperti, "Oh, ya?, Hebat!" dan lain-lain.

7. Jangan alihkan pembicaraan secara tiba-tiba.
Bila kita merasa bosan atau tidak berminat dengan topik pembicaraannya, alihkan dengan perlahan-lahan. Jangan mengubah topik pembicaraan secara tiba-tiba.

8. Belajarlah peka  terhadap motif pembicaraannya.
Mungkin dia sedang mencurahkan isi hatinya tanpa keinginan untuk dinasehati, apalagi disalahkan. Jadi kita cukup berperan sebagai pendengar saja.
Mungkin dia sedang menceritakan pengalaman agar kita memujinya. Jadi, pujilah ia dengan tulus.

9. Ungkapkan dengan santun bila tidak punya waktu banyak untuk mendengarkannya.
Keberanian kita untuk mengkomunikasikan kondisi kita sejak awal akan membuat lawan bicara mengukur pembicaraannya. Tapi jika kita tidak mengungkapkannya sejak awal, sementara kita tidak bisa berlama-lama karena ada kepentingan lain, lalu kita putuskan pembicaraan, ia pun akan merasa kecewa kepada kita.

10. Belajarlah mendengar dengan sabar dan tulus.
Semua kiat diatas tidak akan membuat kita menjadi pendengar yang baik bila kita tidak melakukannya dengan sabar dan tulus. Kita tidak akan menjadi pendengar yang baik bila terbiasa berpura-pura menjadi pendengar yang baik

Wallahu a'am bish-shawab.



Sumber : Suara Hidayatullah edisi 6|oktober 2011/Dzulqa'dah 1432

Jadilah Pendengar bukan Pembual

Ketika manusia masih berbentuk janin, tepatnya ketika usia kandungan sang ibu baru menginjak 2 bulan, indra pendengaran manusia sudah berfungsi.

Coba buktikan ! bila ada suara keras atau berisik di sekitar ibu hamil, denyut jantung janin aka terasa meningkat. Sang ibu bisa merasakan hal ini.
Malah, para ahli kesehatan kerap memanfaaatkan pendengaran janin sebagai tes untuk menguji apakah sang janin mengalami gangguan, seperti kekurangan oksigen atau tidak.

Ini berbeda dengan indra-indra lain. Indra penglihatan misalnya, baru berfungsi setelah manusia lahir ke muka bumi. bahkan dunia kedokteran mencatat, manusia baru bisa mengenali wajah ibunya setelah berusia 2 minggu. demikian juga dengan indra pengecap, pencium, dan peraba, baru berfungsi ketika bayi sudah lahir.
Mengapa Allah Subhanahu Wa Ta'ala lebih dahulu menganugrahi kepada manusia indra pengdengaran ketimbang anugrah-anugrah lain? apa yang istimewa dengan indra ini ?

tentu hal ini menarik untuk kita renungkan.
banyak sekali ayat di dalam Al-Qur'an yang menjelaskan betapa pentingnya mendengar. Betapa banyak orang yang celaka ketika indra yang demikian penting ini tidak difungsikan. mereka lebih sering membual ketimbang medengar. mereka lebih senang didengarkan ketimbang mendengarkan.

Ketika musim pemilihan umum tiba, para pembual ini bermunculan. Mereka berlomba-lomba memamerkan kelebihan dan mengobral janji. Mereka ingin terlihat hebat dengan cara banyak bicara. Mereka menginginkan kekuasaan.

Kebiasaan membual bahkan tak hanya menjangkiti para politisi. para dai pun banyak yang membual. mereka ingin terlihat hebat di depan jamaahnya. mereka lakukan apa saja agar jemaahnya senang. mereka diundang ke sana ke sini untuk menghibur jemaahnya. Mereka, oleh allah Ta'ala digolongkan sebagai orang yang lalai.

Mari perbanyak mendengar, bukan membual !


sumber : suara Hidayatullah edisi 6| XXIV|oktober 2011

Rabu, 05 Oktober 2011

Putri Pendeta Menjadi Daiyah


Aku tidak mengenal sedikitpun tentang Islam, bahkan selama hampir duapuluh tahun, sampai aku kuliah di jurusan informatika Universitas Timbell Philadelphia. Pertama kali aku melirik Islam berawal ketika beberapa dosenku menyampaikan informasi tentang Islam. Mereka menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang merusak (destruktif). Hal ini menggugahku untuk lebih banyak membaca literatur tentang Islam. Setelah aku mengkajinya ternyata aku dapati semua itu hanyalah tuduhan palsu, zalim dan penuh kebencian. Akupun segera –tanpa ragu– menyatakan diri masuk Islam. Sejak itu aku ganti namaku menjadi Laila Ramzy.
Aku dilahirkan di New England pada bulan Januari tahun 1959, Ayahku seorang pendeta yang mengabdi di sebuah gereja. Sudah lama aku banyak meragukan gereja, terlebih setelah Ayahku ingin agar aku menjadi misionaris. Akan tetapi Allah SWT menghendakiku sesuatu yang lebih baik dan kekal. Sementara sejak kecil aku sama sekali tidak mengenal tentang Islam. Hal ini terus berlangsung hingga usiaku 20 tahun dan mulai melanjutkan kuliah di  Universitas. Di samping itu aku juga mendapat kuliah tambahan tentang strategi politik wilayah Timur Tengah, ternyata kuliah ini menjadi pintu kebaikan dan kebahagiaan untukku.
Dari mata kuliah itu aku banyak mengetahui tentang negara-negara Arab-Islam. Ternyata apa yang aku dapatkan sebelumnya informasi tentang Islam sangat jauh dari kenyataan. Karena sejak 1400 tahun yang lalu Islam telah mewarnai kehidupan sosial politiknya dan telah mengukir sejarahnya dengan gilang genilang. Aku bertanya kepada diriku, “Anda lihat mengapa mereka sengaja mendelete Islam dan menjauhkan para mahasiswa dari pemahaman yang benar terhadap Islam?” Dampaknya para mahasiswa menganggap Islam sebagai agama yang berbahaya bagi struktur pemahaman dunia Barat umumnya dan bagi pemikran kaum muda Nasrani khususnya.
Meskipun ditentang oleh Ayahku, aku mulai terus membaca literatur tentang Islam. Sehingga aku dapatkan prinsip-prinsip agama yang agung ini menghunjam dalam hatiku dan mendomonasi pikiranku. Aku mulai memahami akidah Tauhid dan meyakini bahwa Isa adalah manusia biasa seperti Musa, Ibrahim, dan Muhammad. Aku juga mulai mengerti bahwa khamr, zina, dan, judi adalah sesuatu yang diharamkan. Hal ini amat kontras dengan kehidupan yang berlangsung di Eropa dan Amerika. Akupun mulai semakin banyak mempelajari ibadah dalam Islam; seperti shalat, puasa, zakat, dan haji bagi yang mampu.
Aku mulai mengumumkan keislamanku. Meskipun ayahku marah dan sedih aku memutuskan untuk pergi ke Mesir agar bisa hidup di sana bersama umat Islam. Di sanalah aku mempelajari Al-Qur’an lebih dalam. Di Kairo aku juga bertemu dengan pemuda muslim yang memiliki komitmen kuat dengan agamanya, ia menawarkan dirinya untuk menikahiku, akupun menerima dan menyetujuinya, dan perkawinanku dengannya telah berlangsung dua tahun. Allah telah menganugrahkan kepadaku seorang anak yang kuberikan nama islami, Toha. Aku berdoa kepada Allah Azza wa jalla agar ia tumbuh menjadi anak yang baik, dan menjadi penyedap pandanganku dan suamiku.
Laila berkeinginan untuk meneruskan studi Islamnya, menghapal Al-Qur’an dan hadits nabi agar memperoleh maslahat dari pengetahuan dan wawasannya yang sahih.
Disadur dari kitab At-Taa’ibuuna ilallah, Syaikh Ibrahim bin Abdillah Al-Hazimy.

Tunda Duniamu, Segerakan Akhiratmu

 “Yah, aku boleh nanya nda?” tanya seorang anak pada ayahnya. Saat itu mereka baru saja shalat Ashar di mushalla salah satu tempat wisata.

Sang Ayah tersenyum. Ada yang tak biasa dengan putrinya.” Kamu itu lho! Beli jajan nda pakai ijin Ayah dulu, giliran nanya pakai minta ijin segala. Mau tanya apa?”
“Tapi Ayah janji, nda boleh marah ya?” sang bocah berusaha mensejajarkan langkahnya.
“Insya Allah. Ayo, mau tanya apa?”
“Ayah kalau nolong orang suka pilih-pilih, ya?” tanya sang anak, ragu-ragu.
Sang ayah menghentikan langkahnya, terkejut.” Maksudnya?”
“Iya, suka mbeda-bedain!” jawab sang anak santai.”Buktinya tadi waktu ada ibu-ibu mau pinjam mukena, Ayah nyuruh aku shalat dulu, baru meminjamkan mukenaku.”
“Oh, itu!”
“Tadi siang, waktu aku antri di kamar mandi, Ayah minta aku ngalah, memberikan antrianku pada mbak-mbak yang pakai baju biru. Mentang-mentang dia lebih muda dan cantik ya, Yah?”
“Astaghfirullah! Bukan begitu, anakku!”
“Lalu?”
“Begini. Ayah menyuruhmu mengalah saat antri di depan kamar mandi karena Ayah melihat orang itu sudah sangat kepayahan menahan sakit perutnya. Ayah tidak memperhatikan usia ataupun wajahnya, tapi Ayah bisa merasakan kecemasannya. Sejak datang, ia sudah memegangi perutnya. Ayah khawatir, jika kamu tidak memberikan antrianmu, dia tak bisa lagi menahan. Kalau itu sampai terjadi, apa kamu tega? Sementara kamu masih bisa menahan untuk berkemih.”
“Ibu-ibu yang di mushalla? Apa tidak lebih baik jika aku meminjamkan mukena padanya dulu. Pahalaku kan jadi berlipat ganda!”
“Anakku, jika aku menyuruhmu shalat dulu baru meminjamkan mukenamu, sungguh bukan karena yang meminjam adalah seorang ibu-ibu. Bukan! Bukan itu. Ketahuilah, anakku. Sama-sama menolong, tapi untuk urusan dunia berbeda dengan urusan akhirat, atau ibadah. Untuk urusan dunia, kita dianjurkan mengutamakan kepentingan orang lain, kepentingan umum bahkan di atas kepentingan pribadi. Tapi untuk urusan ibadah, jika tidak bisa dilakukan bersama-sama, karena tidak membawa mukena seperti yang terjadi pada ibu tadi misalnya, tunaikan kewajiban sendiri dulu, baru orang lain.”
“Kok, begitu?”
“Begini, seumpama kamu diberi pilihan, siapakah yang akan memasuki pintu syurga pertama kali, apakah kamu akan memberikan kesempatan itu pada orang lain?”
“Tidak! Aku dulu”
“Nah, begitulah gambarannya. Ini bukan akal-akalan Ayah, ini yang Rasulullah contohkan. Untuk urusan ibadah, jika tidak bisa bersama-sama, kita utamakan diri sendiri dulu. Bukan egois, bukan pula tidak peduli dengan orang lain, tapi agar kita selalu bersegera melakukan kebaikan (ibadah). Bisa dimengerti?”
Sang anak hanya mengangguk.
“Masih menuduh Ayah pilih-pilih?”
Sang anak hanya menggeleng, tersipu malu.
“Untuk urusan dunia, kau boleh menunda keperluanmu, tapi untuk urusan ibadah, jangan tunda waktumu!”

Tiga Kisah Lima Sahabat


 “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Al-Baqarah: 245)
Suatu ketika Rasulullah saw. membacakan ayat itu kepada para sahabat. Tiba-tiba Abu Darda r.a. berdiri, ia berkata, “Wahai Rasulullah, benarkah Allah meminta pinjaman kepada kita?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, benar.” Abu Darda kembali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Dia akan mengembalikannya kepadaku dengan pengembalian yang berlipat-lipat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, benar.”
“Wahai Rasulullah, ulurkanlah kedua tangan Anda,” pinta Abu Darda r.a. tiba-tiba. Rasulullah saw. balik bertanya, “Untuk apa?” Lalu Abu Darda menjelaskan, “Aku memiliki kebun, dan tidak ada seorang pun yang memiliki kebun yang menyamai kebunku. Kebun itu akan aku pinjamkan kepada Allah.” “Engkau pasti akan mendapatkan tujuh ratus lipat kebun yang serupa, wahai Abu Darda,” kata Rasulullah saw.
Abu Darda mengucapkan takbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” Lantas ia segera pergi ke kebunnya. Ia mendapati istri dan anaknya sedang berada di dalam kebun itu. Saat itu anaknya sedang memegang sebutir kurma yang sedang dimakannya.
“Wahai Ummu Darda, wahai Ummu Darda! Keluarlah dari kebun itu. Cepat. Karena kita telah meminjamkan kebun itu kepada Allah!” teriak Abu Darda.
Istrinya paham betul maksud perkataan suaminya. Maklum, ia seorang muslimah yang dididik langsung oleh Rasulullah saw. Segera ia beranjak dari posisinya. Ia keluarkan kurma yang ada di dalam mulut anaknya. “Muntahkan, muntahkan. Karena kebun ini sudah menjadi milik Allah swt. Ladang ini sudah menjadi milik Allah swt.,” ujarnya kepada sang anak.
Subhanallah! Begitulah Ummu Darda, seorang wanita yang begitu yakin rezki datang dari Allah swt. dan bersuamikan seorang sahabat Nabi yang begitu yakin akan janji Allah swt. Kalau saja para suami zaman ini punya istri seperti Ummu Darda, pasti mereka akan mudah saja berinfak tanpa berpikir dua kali. Kalau saja para istri zaman sekarang punya suami model Abu Darda, pasti mereka akan mendapatkan kemuliaan dari Allah.
Sekarang simaklah kisah kedua ini. Suatu hari Amirul Mukminin, Umar bin Khathab r.a. dikirimi harta yang banyak. Beliau memanggil salah seorang pembatu yang berada di dekatnya. “Ambillah harta ini dan pergilah ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu berikan uang tersebut. Setelah itu berhentilah sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang ia lakukan dengan harta tersebut,” begitu perintah Umar kepadanya.
Rupanya Umar ingin melihat bagaimana Abu Ubaidah menggunakan hartanya. Ketika pembantu Umar sampai di rumah Abu Ubaidah, ia berkata, “Amirul Mukminin mengirimkan harta ini untuk Anda, dan beliau juga berpesan kepada Anda, ‘Silakan pergunakan harta ini untuk memenuhi kebutuhan hidup apa saja yang Anda kehendaki’.”
Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah mengaruniainya keselamatan dan kasih sayang. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat.” Kemudian ia berdiri dan memanggil hamba sahaya wanitanya. “Kemarilah. Bantu aku membagi-bagikan harta ini!.” Lalu mereka mulai membagi-bagikan harta pemberian Umar itu kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan dari kaum muslimin, sampai seluruh harta ini habis diinfakkan.
Pembantu Umar pun kembali pulang. Umar pun memberinya uang sebesar empat ratus dirham seraya berkata, “Berikan harta ini kepada Muadz bin Jabal!” Umar ingin melihat apa yang dilakukan Muadz dengan harta itu. Maka, berangkatlah si pembantu menuju rumah Muadz bin Jabal dan berhenti sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang dilakukan Muadz terhadap harta tersebut.
Muadz memanggil hamba sahayanya. “Kemarilah, bantu aku membagi-bagikan harta ini!” Lalu Muadz pun membagi-bagikan hartanya kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan dari kalangan kaum muslimin hingga harta itu habis sama sekali di bagi-bagikan. Ketika itu istri Muadz melihat dari dalam rumah, lalu berkata, “Demi Allah, aku juga miskin.” Muadz berkata, “Ambillah dua dirham saja.”
Pembantu Umar pun pulang. Untuk ketiga kalinya Umar memberi empat ribu dirham, lalu berkata, “Pergilah ke tempat Saad bin Abi Waqqash!” Ternyata Saad pun melakukan apa yang dilakukan oleh dua sahabat sebelumnya. Pulanglah sang pembantu kepada Umar. Kemudian Umar menangis dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah.”
Begitulah para sahabat ketika mendapat harta. Tidak sampai sehari harta itu diinfakkan dengan begitu ringannya.
Yang ini kisah ketiga. Munginkah kita bisa mencontohnya?
Suatu hari Thalhah bin Ubaidillah r.a. pulang ke rumah dengan membawa uang sebanyak seratus ribu dirham. Istrinya mendapati raut wajah Thalhah begitu bersedih.
Sang istri bertanya, “Apa yang terjadi padamu, wahai suamiku?” Thalhah menjawab, “Harta yang banyak ini, aku takut jika bertemu dengan Allah, lalu aku ditanya tentang dirham ini satu per satu.”
Istrinya lalu berkata, “Ini masalah yang sangat mudah. Mari kita bagi-bagikan harta ini. Bawalah harta ini dan bagikan kepada para fakir miskin yang ada di Kota Madinah.”
Thalhah pun bersama istrinya meletakkan harta itu di sebuah wadah, lalu membagi-bagikan kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Setelah itu ia kembali ke rumah dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diriku bertemu dengan-Nya sedangkan aku dalam keadaan bersih dan suci.”
Subhanallah! Sungguh mereka orang-orang langit yang ringan melepas dunia.